Selasa, 10 November 2009

Perjalanan Kita (Bagian Akhir-Saatnya Mulai Lagi, Lanjutkan, dan All-New SMANTIE)

Yah, kita kembali ke saat pengumuman. Kami semua berkumpul di lapangan upacara, Bu Jasni menyampaikan pengumuman tersebut: SMA Negeri 3 Depok LULUS 100%. Tapi... Apakah kami luar biasa senang sampai lompat-lompat dan lempar topi?


Reaksi kami biasa saja, tuh. Hahaha, kasihan juga guru-guru, mungkin mereka mengharapkan yang lebih lebay lagi saat kami mendengar pengumuman tersebut. Lagian pengumumanya lama banget, bukankah gosip lebih cepat sampai daripada fakta? Karena sebelum-sebelumnya sudah banyak gosip yang menyatakan bahwa SMANTIE lulus 100%, jadi mungkin itulah sebabnya ekspresi kami cuma seperti itu (horeeee sambil tepuk tangan biasa kayak pengumuman pemenang lomba XD)... Apalagi waktu itu lagi gencar-gencarnya situs jaringan sosial Facebook, tak pelak info-info seperti itu lebih cepat sampai ke mata (ya, mata, bukan telinga karena lihat di monitor ^^;) kami yang notabene online setiap saat karena berstatus siswa-bukan-mahasiswa-belum-pengangguran-juga-bukan-lah-ya.


Setelah mendengar pernyataan itu, maka resmilah kami menjadi pengangguran! Luntang-lantung nggak ada kerjaan karena SKHUN maupun ijazah belum keluar.


Tapi itu nggak berlaku SAMA SEKALI bagi yang mau ikutan SNMPTN maupun ujian-ujian masuk universitas yang lainnya. Mereka tetap belajar mati-matian (caelah, gak nyampe mati juga kali) demi memeroleh kampus idaman masing-masing. Lalu bagi para peserta ujian yang sudah dilaksanakan tapi belum diumumkan hasilnya, masih deg-deg-serr menunggu pengumuman tersebut. Maklum, bertaruh nyawa geto, loh (lhooo..? Lebay amat).


Sesudah ujian-ujian kloter terakhir itu selesai, yang ada lagi-lagi deg-degan menunggu hasilnya keluar, berharap bahwa mereka diterima semua di universitas yang diinginkan. Dan patut diingat, akhirnya!!! Akhirnya... SKHUN asli keluar juga...


Yang sudah mendapat universitas, menantikan yang belum dapat. Yang belum dapat menantikan hasil mereka, kalau bisa sih sama dengan kampusnya sahabat, saudara, atau si doi..


Dan hari itu pun tiba, pengumuman SNMPTN -- dimana seluruh PTN swasta mupun negeri mengumumkan nama-nama sivitas akademika yang mereka pilih untuk mereka didik. Yang diterima, ada yang langsung mengambil ada juga yang masih menimbang-nimbang, apakah mau langsung diambil atau masih menunggu tes STAN atau STIS.


Cukup mengejutkan, yang lolos melalui jalur SNMPTN sangat banyak ketimbang tes-tes terdahulu. Bersyukur, deh, buat yang nggak perlu ngekos jauh-jauh keluar Depok. Tapi ada juga kok yang justru kepingin ngekos di luar Depok, katanya buat nambah pengalaman.


Di UI sendiri, jumlah anak Smantie yang diterima melalui jalur SNMPTN cukup banyak, dan keseluruhan yang diterima di UI mencapai 50 lebih sivitas akademika. Di universitas lain juga ada, sebut saja IPB, UGM, UP, UNDIP, UNPAD, ITS, Gunadarma, dan masih banyak universitas lainnya.


Kehidupan kampus, benarkah kalian sangat ingin tahu bagaimana kehidupan kampus? Berat, dik, berat. Kalau ada yang bilang kehidupan kampus lebih bebas, aku bisa saja sih, bilang ‘iya’. Tapi awalnya nggak semudah yang kalian bayangkan! Masih harus melewati mabim – masa bimbingan – yang (menurutku) menyebalkan. Memang sih, di beberapa fakultas, tugas-tugasnya tidak terlalu berat. Menurut senior, kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan satu angkatan mahasiswa baru. Iya, benar, kok. Tapi kegiatan ini benar-benar menyita waktu kuliah *lho, kok jadi curcol*. Udah ah, ntar kalo diterusin nggak selesai-selesai. Kalau mau tahu lanjutannya, tanya sendiri ya sama aku, hehehe.


Aku sudah lama tidak menengok SMANTIE, terakhir kali ke sana ya pas ambil ijazah itu. Setelah itu, karena jarak yang jauh dari rumah ke sana, membuatku malas untuk menyambangi almamaterku itu. Bukannya sudah nggak peduli, tapi – lagi-lagi – mabim membuatku beralasan. Benar-benar bikin orang nggak mood. Mungkin karena belum adaptasi dengan lingkungan kuliah, jadi sentimental begini (dan lagi uang terpakai terus untuk fotokopi materi).


Apa kabar SMANTIE? Coba website sekolah kita itu isinya lebih variatif, ya. Kalau perlu nama-nama alumninya dimasukkan juga dengan tahun lulusnya. Jadi bisa merangkap database juga. Sayang sekali fasilitas ini kurang dimaksimalkan pemanfaatannya.


Banyak perubahan di diri SMANTIE sendiri. Dari yang aku dengar dan lihat, SMANTIE kini memiliki jumlah kelas yang lebih banyak untuk murid baru, yaitu 9 kelas untuk kelas X. Wauw, jumlah yang luar biasa bagi kami angkatan 2009 yang terbiasa mengenal 6 kelas sejak dulu. Cukup terperangah saya mendengarnya, apakah sebenarnya yang diinginkan oleh sekolah? Aku sih berbaik sangka, mungkin untuk menampung lulusan SMP Depok yang jumlahnya lebih banyak daripada kuota SMA Depok. Aku tahu.


Ruangan-ruangan lab dikorbankan untuk menjadi kelas sementara. Tapi itu sudah berita tiga-empat bulan lalu, dan aku belum sempat lagi ke SMANTIE sejak dulu terakhir legalisir ijazah. Jauh, ongkos juga jadi pertimbangan. Tapi ingin sih, melihat SMANTIE terbaru. Mungkin dengan melihat perubahan yang ada sekarang, kita sebagai angkatan yang sudah lulus bisa lebih bersyukur dengan memiliki segala kenangan yang telah kita jalani, baik yang terabadikan maupun tidak.


Berbahagialah dahulu, wahai kalian yang masih duduk di bangku SMA. Kecaplah momen-momen itu seeeeemaksimal mungkin. Kelak kalian telah menjadi mahasiswa dan mahasiswi seperti kami, kalian akan sering atau kerap merasa ‘homesick’ dalam kehidupan kampus. Nggak bohong. Bukan dilebih-lebihkan. Kalian akan merasa kangen, kangen dengan segala kelebihan dan kekurangan SMA. Apalagi di masa-masa ujian semester begini, akan terlihat sekali bedanya belajar di SMA dan belajar di kampus.


Bila di SMA kalian bisa dengan tenangnya belajar maupun tidak belajar dan tetap bisa mengikuti pelajaran, sebenci apa pun kalian dengan pelajaran itu, lain halnya ketika di dunia kampus. Kalian harus mandiri, berusaha mencari bahan kuliah sendiri, fotokopi sana-sini, daaaan segala hal lain yang harus dilakukan sendiri. Bukan maksud nakut-nakutin sih, tapi aku pengin kalian yang belum punya bayangan soal perkuliahan jadi memiliki sedikit gambaran bagaimana dunia kuliah itu. Seru, seru!


Tapi tak ada yang bisa menantang takdir. Dua sahabat kami, ksatria-ksatria angkatan 2009, dipanggil ke sisi Allah, karena dua sebab yang berbeda. Yang pertama, alm. Wisnu Anjar K., alumni SMANTIE kelas IPA 3. Beliau menjadi korban maut dari ospek sebuah institut pemerintahan. Yang kedua, alm. Muhammad Jibril, alumni SMANTIE juga kelas IPA 3. Beliau menderita leukimia sejak awal, dan batasnya adalah bulan Oktober kemarin. Sungguh waktu tak bisa ditebak, semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa mereka dan menerima mereka berdua dalam surga-Nya. Amin.


Jadi maksud yang ingin kusampaikan disini, nikmatilah setiap momen yang ada, entah itu buruk atau baik... Karena kita tidak akan menemui momen yang sama di detik yang berbeda...

Hari Pahlawan.

Mari teruskan perjuangan di bumi Indonesia dengan semangat belajar!

*bung Tomo mode: on*

Depok, 10 November 2009, 22.39

Perjalanan Kita (Bagian 2-Menanti Pengumuman UN dan Rencana Jalan-Jalan Sekelas)

Tanggal 20 Juni kalau ditunggu datangnya lama sekali rasanya. Padahal minggu depan.


Ternyata kalau kita libur dan tidak melakukan apapun, waktu satu bulan itu terasa berlalu begitu saja, sia-sia. Bayangkan. Sejak tanggal 25 Mei kemarin, boleh dibilang kami semua — anak-anak kelas dua belas — sudah tidak aktif belajar di sekolah. Sampai sekarang kalau dihitung-hitung sudah hampir tiga minggu aku berjamur di rumah.


Saat terakhir kami bersenang-senang di sekolah adalah saat ujian praktek. Aduh, waktu itu benar-benar terasa kebersamaan kami... Terutama, saat ujian praktek olahraga. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Saat aku memandang wajah-wajah yang ada di foto yang diambil saat praktek olahraga, yang terbayang olehku adalah: suatu saat kami tidak akan bisa berkumpul seperti ini lagi, karena banyak alasan yang akan dilontarkan dari kalian yang sudah berbeda status itu...


Bisa dibilang, foto kita (dua belas ipa dua) waktu itu adalah yang pertama dan yang terakhir kalinya kita berfoto sekelas mengenakan pakaian seragam olahraga SMANTIE. Omaigat. Bahkan foto kita dengan seragam putih abu-abu kebanggaan masa remaja pun nggak ada! Yah, apalah artinya foto.


Saat-saat seperti ini, boleh saja orang-orang (termasuk para adik kelas) iri pada kami yang termasuk ‘pesbuk’ (pengangguran sibuk), atau ada yang menyebut ‘pengacara’ (pengangguran banyak acara). Tapi sebenarnya, kami semua, anak kelas dua belas yang statusnya menggantung ini, saaaangat deg-degan menanti pengumuman UN. Mana katanya pengumuman diundur jadi tanggal 20 Juni, lagi.


Aku ingin menyinggung sedikit tentang acara penglepasan kelas dua belas angkatan ke-21 tahun ajaran 2008-2009 kemarin. Aku juga termasuk panitia, bagian Perlengkapan dan Dekorasi.


Setiap pekerjaan pasti ada suka dan dukanya. Sukanya bila menjadi panitia adalah, kita bisa mempererat hubungan antara kakak dan adik kelas. Lalu kita sama-sama berusaha untuk menyukseskan acara. Sama-sama susah. Sama-sama kemana-mana. Sama-sama merencanakan hal-hal aneh. Dukanya? Ya... karena kita bagian perlengkapan dan dekorasi, tentu saja vital, jadi kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk membuat tampilan luarnya menarik.


Terutama saat kami disodori ide yang (menurut kami panitia P&D kelas 12) cukup edan. Bayangkan, membuat bola besar berisi ucapan selamat. Mana dua buah, lagi. Haduuuuuhh... Saat kami gagal membuatnya setelah berusaha keras selama dua hari sebelum hari H, kami sangat putus asa. Lalu di hari H-nya, aku memberi alternatif terakhir, karena sudah mepet pet pet banget. Dan untungnya, alhamdulillah, acara berlangsung sukses. Sayangnya kami panitia kelas 12 lupa untuk berfoto bersama (lagi-lagi soal foto...).


Setelah urusan itu, aku yakin tiap kelas 12 pasti sudah merencanakan perpisahan kelas yang tidak menjadi tanggung jawab sekolah seperti pada edaran itu. Yah, apa sih yang akan dilakukan kalau bukan jalan-jalan. Entah menginap atau tidak, yang penting semua (satu kelas) harus ikut! Nah, ini juga yang menjadi masalah di dalam masing-masing kelas.


Aspek yang diperhatikan kalau mau merencanakan hal ini yaitu: 1) Tujuan, apakah jauh atau tidak, menarik atau tidak, 2) Format, menginap atau sekedar jalan-jalan satu hari penuh, 3) Kegiatan, apa saja yang ingin dilakukan di sana, 4) Biaya, apakah pantas kita menghabiskan biaya sekian untuk kegiatan tersebut, dan 5) Efisiensi waktu, apakah kita bisa me-manage waktu yang akan kita gunakan dengan baik.


Dan di setiap alternatif tempat, pasti ada salah satu atau lebih aspek yang dianggap kurang memuaskan, dan lebih banyak pada aspek biaya. Bisa saja sebenarnya tempatnya dekat, namun karena kita maunya macam-macam jadinya biaya yang dibutuhkan membengkak. Atau sebenarnya kegiatan kita tidak macam-macam, paling hanya ngobrol dan foto-foto, tapi maunya ke tempat yang banyak fasilitasnya. Apa nanti nggak bingung mau ngapain di sana? Dan lagi kalau tujuan acaranya mengacu pada kebersamaan, bukankah kalau pergi ke tempat seperti itu malah akan terpisah dalam kelompok-kelompok kecil — baik disadari atau tidak — nantinya?


Kupikir, pergi ke tempat wisata yang dekat juga sama saja. Toh nanti juga ujung-ujungnya seperti yang kukatakan tadi: ngobrol dan foto-foto. Setidaknya itu dua hal yang paling menonjol kalau kita ngumpul sekelas. Apalagi, waktu yang ada hanyalah satu hari saja, tanggal 14 Juni, karena sebelum atau sesudah tanggal itu kita nggak akan lengkap... Tapi seandainya pada keukeuh kepingin ke tempat yang menurutku agak merepotkan itu, ya, sudah... Selamat bersenang-senang, karena aku nggak akan ikut. Lebih baik aku pergi ke Gelar Jepang saja di UI. Lho, kok aku jadi curhat, ya? Nggak apa-apalah, tulisanku sendiri ini. Hehehe.


Kalaupun acara jalan-jalan itu nggak jadi, nggak semestinya juga kesal. Toh ini kan sebenarnya cuma pindah tempat untuk ngobrol dan bercengkrama bersama. Kita mau lakukan hal itu di Margo City pun jadi, kok. Tapi kalau memang betul-betul tidak bisa dilaksanakan karena berbagai keterpaksaan, ya... suatu saat kita kan masih bisa bertemu. Reuni setahun lagi, atau kalau memang kangen, yaa... semester depan lah, kita ngumpul lagi...


Ya ampun.


Saat-saat seperti ini nggak akan terulang. Benar-benar saat yang nikmat. Saat dimana kita sudah dewasa, namun sebenarnya juga masih anak-anak. Saat dimana kita tegar, namun kita juga masih rapuh. Saat kita mencapai puncaknya, namun sebenarnya juga masih di tengah-tengah.


Jadi, wahai para adik-adikku, kalian bersenang-senanglah di masa SMA kalian. Buatlah kenangan indah sebanyak mungkin dengan guru-guru kalian. Sungguh saat kalian seperti kami nanti, kalian akan merindukan perhatian-perhatian dari guru-guru yang galak namun sayang itu... Kalian akan merindukan kantin sekolah dengan lantainya yang selalu lengket kalau sudah waktunya pulang sekolah itu... Kalian akan merindukan kamar mandi yang airnya sering mati itu (Eh, nggak juga deh... masa kamar mandi begitu dikangenin...)... Kalian akan merindukan lapangan belakang yang gersang dan mepet hutan bambu itu... Kalian akan merindukan SMA itu... Kalian akan merindukan sensasi saat gerbang sekolah akan ditutup padahal kalian masih lari untuk menggapainya... Kalian akan merindukan SEMUANYA!!! Karena itulah yang kami rasakan saat ini. Nggak bohong.


Dan kini, kami berharap bahwa berita dari salah satu teman kami benar adanya: SMA Negeri 3 Depok lulus 100%. Amin... Walaupun pengumuman diundur tanggal 20 Juni, namun aku masih berharap bahwa kertas-kertas berisi nilai kami tersebut sudah dapat turun ke tangan guru kami. Jadi pengumuman bisa dipercepat dan kami bisa lega. Lebih cepat, lebih baik! (Lho, kok jadi jargonnya JK-Win, ya? Wah, kampanye terselubung! Hehehe, bohong, deh...) Mana ada gosip kalau nilai wilayah Bogor akan diserahkan tanggal 16 Juni lagi (ultah adekku!). Yang benar yang mana, sih?


Apa sih yang kau tunggu?

Apa sih yang kau mau?

Langsung saja, coba katakan, “Ya!”

Coba katakan, “Ya!”

Coba katakan, “YA! KAU LULUS!”

-from GIGI’s song, modified.

Ya Allah, Kau akan menghukum orang yang bohong, kan?

Jadi aku akan percaya bahwa berita baik tersebut memang baik.

Depok, 12-13 Juni 2009, 22.00

Perjalanan Kita (Bagian 1-Sebelum Pengumuman UN)

Kenapa sih, kalau di SMA, 3 tahun itu terasa singkaaat sekali? Padahal rasanya baru kemarin kita berkenalan, lomba tujuh belasan bersama dan meraih banyak gelar juara, mengecat kelas bersama, tahu-tahu sudah foto bersama.

Kami yang tadinya tidak begitu dekat, hanya sekedar kenal wajah dan nama saja, kini sudah menganggap sebagai satu keluarga besar. Saling membantu, saling mendukung, bahkan saling mencela (maksudnya bercanda). Untungnya sampai saat ini, belum ada yang saling bermusuhan. Kalaupun ada, paling sebabnya cuma hal kecil, dan 1-2 hari kemudian kembali lagi seperti biasa. Yaa… itu juga kelihatannya cuma main-main saja.


Sungguh, 3 tahun di SMA itu benar-benar menyebalkan, tapi bikin kangen juga. Pingin lulus, tapi nggak pingin lulus. Maksudnya? Ya… pinginnya sih kita tetap berkumpul seperti ini saja… Tapi hal itu tidak mungkin bisa, ‘kan. Kita punya jalan sendiri-sendiri.


Satu tahun di kelas sepuluh, biasanya baru pada bikin semacam ‘grup’ yang memiliki hobi, kesukaan, dan kegiatan yang sama. Tak lupa, masih banyak yang lebih ‘sreg’ ngumpul dengan teman sealumni SMP. Biasanya yang SMP-nya sama lebih akrab (ya iyalah!), dan kalau banyak teman se-SMP-nya di SMA, mereka akan merasa menang dan banyak kawan. Di tingkat ini juga, biasanya masih ‘hot-hotnya’ ikut banyak ekstrakurikuler. Maklum, sok bisa dan ingin tahu juga. Ujung-ujungnya juga pilihan jatuh pada satu atau dua ekstrakurikuler saja.


Jadi geli mengingat hal itu. Pada hari pertama ekskul, ya ampun banget deh, ruangan ‘tuh sampai nggak cukup… terus minggu berikutnya berkurang, berkurang… begitu seterusnya sampai tersisa yang bertahan dan benar-benar niat, sekitar 10-15 orang. Yang keluar? Alasannya banyak, ada yang bentrok dengan jadwal ekskul lain, nggak terlalu minat karena awalnya ikut-ikut teman, sampai yang nggak ‘sreg’ dengan seniornya. Yah… aku yakin masih banyak alasan yang akan diutarakan oleh mereka.


Di kelas sepuluh juga saatnya berjuang untuk masuk ke penjurusan yang diinginkan. Pilih saja, IPA atau IPS. Ada sih, jurusan Bahasa. Tapi itu kalau ada sedikitnya 40 orang yang minat. Toh kalaupun ada, paling nggak akan dibentuk juga, mengingat tenaga guru untuk pelajaran di jurusan bahasa tidak memadai. Padahal dulu aku adalah salah satu yang bersemangat untuk masuk jurusan Bahasa. Eeh, malah masuk IPA… (hush, bukannya bersyukur!).


Berkaitan dengan jurusan, sepertinya masih banyak orangtua yang menganggap bahwa IPA ‘lebih bagus’ daripada IPS. Kenapa? Aku rasa tidak perlu dijabarkan ya, pasti kalian juga sudah tahu jawabannya. Padahal menurutku tidak begitu. Malahan, para ‘petinggi’ di kelas juga banyak yang memilih jurusan IPS, karena mereka sudah memiliki rancangan masa depan mereka sendiri. Toh ujung-ujungnya, seperti yang sering terjadi dari dulu, anak-anak jurusan IPA malah memilih jurusan IPS saat kuliah. Hayo, ngaku?!


Naah… saatnya naik kelas, saatnya ganti teman sekelas! Kita baru tahu masuk ke kelas mana pada hari pertama, bayangkan! Mana nama-namanya ditempel di masing-masing kelas, lagi. Jadilah pada sibuk mencari nama masing-masing dengan perasaan harap-harap cemas, ‘Aku sekelas sama si A nggak, ya?’ atau, ‘Aku nanti duduk sama siapa, ya?’ dan pikiran-pikiran semacam itu. Untungnya dulu aku langsung ‘dipandu’ oleh temanku saat kelas sepuluh, jadi tidak perlu repot-repot lagi, hehehe.


Dan setelah masuk kelas itulah, kami takjub dengan wajah-wajah baru yang berbeda dengan kelas sepuluh. Mungkin ada perasaan senang, lega, ingin tahu, atau apalah setelah melihat wajah-wajah tersebut. Setelah menaruh tas, aku langsung memperhatikan nama-nama di kertas yang ditempel di depan kelas. Aku memperhatikan nama-nama dari kelasku dulu. Wah, totalnya ada 9 orang termasuk aku. Total siswa di kelas ini 44. Hm… berarti pembagiannya rata, dong. Lalu ada 2 nama yang belum ada NIS-nya. Wah, ada anak baru juga. Yang mana, ya?


Tapi aku bisa langsung tahu, karena aku sudah pernah melihat wajah-wajah yang lain sebelumnya, tapi tidak untuk 2 anak baru itu. Tapi kan tetap saja, mereka paling tidak ada yang satu SMP dulu. Sedangkan aku ‘kan pindahan dari luar daerah. Mana punya teman SMP di sini. Jadi kalau ngobrol bahannya cuma sedikit. Paling waktu belajar baru berinteraksi, atau waktu pinjam alat tulis. Itupun ekspresinya masih dingin. Ya ampun... jadi pingin ketawa deh, mengingat-ingat hal itu.


Waktu itu aku tidak sadar kalau ternyata ada satu anak baru di kelas sebelah yang juga satu SMP denganku. Pantas saja aku rasanya familiar dengan wajah itu. Aku saja baru tahu hal itu setelah kelas dua belas. Tapi aku dulu tidak terlalu dekat juga sih dengan anak itu, jadi tidak terlalu memberi pengaruh padaku apakah aku tahu atau tidak. Tapi senang juga begitu tahu ada teman satu almamater, hehehe.


Saat itu aku berharap-harap cemas. Kapan ya, aku bisa akrab dengan yang lainnya? Mereka memiliki dunia mereka masing-masing yang... sepertinya sulit untuk kutembus. Tapi seiring berjalannya waktu, tidak mungkin kalau tidak jadi akrab juga. Karena pasti lambat laun kesukaan tiap orang diketahui juga, dan kalau sama dengan kesukaan kita, pasti akan menjadi ‘sarana’ yang bagus untuk mengakrabkan diri dengan mereka.


Dulu aku juga begitu, begitu mereka tahu bahwa aku gamer, suka komik dan berbagai hal yang (mungkin) agak ke-cowok-an, yang lebih banyak akrab denganku justru anak cowoknya. Kalau dengan cewek-cewek, aku paling cuma nyambung kalau ada soal baju, pelajaran, jalan-jalan, acara TV, dan hal-hal cewek lainnya. Sudahlah, toh aku juga suka berteman dengan yang mana saja.


Kelas sebelas ini benar-benar seperti kelas sepuluh lagi. Kenal dengan teman baru, guru-guru per mata pelajaran yang berbeda, wali kelas yang berbeda. Canggung? Masih. Aduuh... yang namanya ‘jaim’ tuh masih jaman, deh, pokoknya! Tapi berkat berbagai kegiatan kelompok yang ‘mengharuskan’ para siswanya untuk berlatih secara berkala secara bersama membuat hubungan kami makin dekat. Contohnya, kegiatan drama.


Wah, rasanya dulu kita sering sekali disuruh bikin drama. Semua pelajaran bahasa pasti ada. Bahasa Indonesia, kita disuruh bikin drama panjang yang memakan waktu dua jam pelajaran. Bahasa Inggris, kita disuruh bikin drama pendek (Waktu itu masih ada native speaker berkat kerjasama dengan suatu foundation. Angkatan 2007 adalah angkatan terakhir yang merasakan adanya bantuan native speaker tersebut). Wah, nggak jelas banget deh, ceritanya! Bahasa Mandarin? Nggak mau kalah, dong. Bukan drama, sih, yang ditampilkan (walaupun awalnya sudah disuruh drama juga). Tapi penampilan menyanyi yang ―lagi-lagi― dilakukan secara berkelompok. Tetap saja, namanya bahasa asing pasti nggak lancar untuk dibaca, apalagi dihapalkan! Kebayang nggak sih, kalau tahu-tahu ‘nyap-nyapan’ gara-gara ada teks yang lupa???


Jadi ingat. Dulu di kelas sebelas ini, pernah ada ‘insiden’ yang berhubungan dengan seorang guru. Kalian ingat, ‘kan. Jangan mangkir deeh... Ya... nggak akan dibeberin, deh, identitas aslinya.


Jadi ceritanya, dulu di suatu pelajaran, sebagian besar dari kita nggak suka dengan guru pelajaran tersebut. Bahkan pada mengajukan ‘banding’ kepada wakasek. Saat itu aku berpikir, wah, luar biasa sekali reaksinya. Udah kayak mahasiswa demo ke MPR! Mana tuntutannya kayaknya nggak main-main, lagi.


Nggak tahu kenapa alasannya yang pasti, tapi guru itu diganti juga. Sebagian anak-anak masih ada yang belum lega juga, sih. Karena harapan mereka adalah guru itu sampai diberhentikan dari jabatannya biar nggak ada kelas lain yang merasakan ajarannya (Ya ampun... jangan ada yang meniru yah! Walaupun adegan ini tidak direkayasa, tapi jangan coba hal ini! Cukup sekali saja terjadi!).


Lalu, saat acara tujuh belasan. Ini sudah dinanti-nanti. Acara wajib tahunan yang diorganisir oleh OSIS. Pada rentang waktu awal Agustus sampai tanggal tujuh belas, banyak lomba-lomba yang diadakan. Kebersihan kelas dan lomba-lomba tradisional lainnya.


Lomba kebersihan kelas, entah sejak kapan dimulainya, yang pasti identik dengan ‘mengecat ulang dinding kelas’. Pasti, PASTI tiap kelas akan dicat ulang oleh siswa-siswinya. Yah... sesuai kreativitas dan yang penting nggak bikin mata sakit waktu belajar. Waktu itu entah karena apa, kelas kami cuma dicat warna hijau polos. Mana banyak yang mengelupas, lagi, gara-gara plafonnya bocor.


Yang paling seru, ya, lomba-lomba tradisionalnya itu. Seingat aku, aku nggak pernah berpartisipasi di lomba apapun... males. Paling lomba galasin atau gobak sodor. Itu juga dipaksa. Terus ada juga lomba mading. Hahaha, kita menang hiasan doang, nggak ada isinya! Payah deh, ah.


Saatnya hari H, saatnya bazar dan panggung gembira (caelah, istilahnya???). saat itu kami mengambil tema ‘Betawi’ dengan nama stand... apa ya, lupa? Pokoknya waktu itu pada berdandan betawi, deh. Aku sendiri nggak ikut karena jaga stand punya ekskul (huhuhu, maaf ya teman-teman...) dan alhasil aku nggak punya foto yang waktu di stand kelas sebelas dulu... hiks...


Nah, saat bulan Ramadhan pasti banyak kegiatan BuBar (Buka Bareng). Entah itu satu ekskul atau satu kelas. Sedihnya, aku nggak ikut yang BuBar kelas waktu itu. Kenapa alasannya lupa. Dan sampai kelas dua belas aku nggak pernah ikut BuBar kelas.


Memasuki semester 2, salah satu teman kita pindah ke SMA 109 Jakarta. Namanya Ryan, tapi kita sih lebih suka manggil dia dengan Tantan (itu nama dia juga lho). Yah, jadi nggak genap lagi deh, jumlahnya. Belum lagi Miss Rebecca, sang native speaker dari Philadelphia, mau ‘pulang kampung’ dan tidak akan kembali lagi (yaaa... itu sih gara-gara ‘masa aktif’-nya udah habis di SMAN 3...). Jadi kita foto-foto deh, ya ampun... miss you, Rebecca... Tapi kita keep touch kok, lewat Facebook, hehehe. Jaman modern gini, banyak cara, lah.


Terus ada juga saatnya kita foto bersama untuk Buku Tahunan kakak kelas. Yaah... kita juga suatu saat mengalami yang begini, pikirku waktu itu. Padahal cuma untuk satu foto doang, tapi pada bawa baju ganti. Pakai seragam saja juga nggak apa-apa, ‘kan? Habis itu, pada foto-foto sendiri deh, di kelas... hahaa... ketahuan jiwa narsisnya bangkit...


Rasanya cuma hal-hal itu yang berkesan di kelas sebelas. Karena memang keeratan ikatan kami baru terasa sekali waktu kelas dua belas! Begitu banyak momen-momen yang begitu spesial, mengesalkan tapi ngangenin, ataupun momen yang, sungguh, susah dan nggak akan dilupakan selamanya.


Inilah saatnya kami untuk lebih serius dalam belajar. Tapi toh teteeep... santai juga belajarnya. Padahal yang namanya kelas dua belas tuh harusnya lebih rajin belajarnya, karena akan menghadapi banyak ujian, terutama Ujian Nasional. Wooow.... inilah benteng terbesar bagi setiap siswa tingkat akhir.


Banyak yang memutuskan untuk mengikuti bimbingan belajar demi mengejar nilai dan kelulusan. Yaah, biasa ‘lah. Kelas dua belas gitu, lho. Banyak yang concern dengan keadaan kesiapan kita untuk menghadapi UN dan ujian-ujian lain.


Sebentar... mari kita lupakan dulu hal-hal berat itu. Awal-awal naik kelas dua belas masih banyak hal menyenangkan. Apalagi event wajib Tujuh Belasan! Wooow... kali ini lombanya lebih beragam dan lebih tradisional. Lomba yang jadi primadona kali ini dan baru diadakan lagi tahun ini? Tarik tambang pastinya. Ketahuan deh, tenaganya pada tenaga kuli semua. Apalagi pas finalnya, kelasku lawan kelas sebelah. Wuaah... pakai pertumpahan keringat dan darah segala... gimana nggak, lombanya digeber dari pagi sampai siang, dua hari langsung final! Jelas aja tenaga kekuras. Tapi demi nama kelas, apapaun dipertaruhkan! Cadangan energi pun dikerahkan demi gengsi dan kemenangan! (caelah lebay nian.)


Pada hari H (panggung gembira), acara berlangsung dengan lancar. Saat itu kelas kami memakai nama ‘Kampung Merdeka’, dengan kostumnya bernuansa merah dan putih. Benar-benar merah dan putih! Luar biasa! Walaupun sebelumnya disuruh pakai seragam, tapi ya mana mungkin mau. Ini kan tujuh belasan terakhir buat kami, masa iya sih pakai seragam? Nggak aci banget. Tapi sumpah, waktu itu kita kompak banget!!! Dengan nametag di dada, kami siap... menjajakan dagangan kami! Hehehe...


Bazar pun meriah. Stand kelas kami, walaupun hiasannya nggak meriah banget, tapi menu-menunya cukup asoy punya. Contohnya minuman-minuman oplosan (hahaha, istilahnya) yang dibuat oleh sang bartender berbakat dari kelas kami yang tidak bisa disebutkan namanya, lalu ada juga menu makanan tradisional yang cucok banget di lidah, tahu gejrot. Yak, tinggal pesan, mau pedas, sedang, atau biasa? Cabenya satu? Satu biji atau satu plastik???


Yang paling bego nih, ngomong-ngomong soal cabe, ada satu makhluk di kelas kita yang sangat lucu dan lucu mencoba makan cabenya doang. Alhasil... ya kepedesan lah. Lagian cabe dua puluh biji digadoin. Keringat yang keluar di wajahnya segede-gede biji cabe, malah lebih gede. Luar biasa tuh orang. Ada yang tahu kejadian ini? Kalau tahu, ketawa yuk. Hahaha...


Satu kericuhan yang cukup heboh terjadi pada saat pengumuman pemenang lomba. Kelas kami terlibat dalam ‘aksi bentrok’ dimana lawannya adalah kelas sebelah yang stand bazarnya berada di seberang kami. Aksi saling bacot dan saling cela yang menyenangkan pun tak dapat dielakkan. Kami saling ricuh dengan senang hati. Bagi kami, itu adalah aksi bentrok paling indah yang pernah kami lakukan. Sumpah, seru abeeez!!! Tapi kita tetep sohiban kok, ya nggak coy???


Kelasku meraih banyak gelar juara. Pada hari itu juga kita berfoto dengan hadiah-hadiah tersebut (mendadak ngetop tuh hadiahnya). Bangga dong, menang di banyak lomba (walaupun belum pernah menang lomba kebersihan kelas sekalipun, hehehe). Cihuy... hadiahnya banyakan makanannya... Dan langsung habis dalam satu hari Senin saja! Minumannya? Bagi-bagi dong... walaupun ga ada gelas, pakai aja gelas buat wadah bunga yang ada di dalam hadiahnya! Jorok sih.... tapi... demi minuman juara! Sang bartender pun beraksi lagi, besoknya menu-menu minuman saat tujuh belasan diracik lagi untuk kawan-kawan satu peleton. Lumayan...


Waktu bulan Ramadhan lagi nih, BuBar tetep jalan... dan tempatnya pun nggak jauh-jauh dari sekolah. Sejak BuBar kelas sebelas dulu nyari tempatnya yang dekat-dekat sekolah kok. Biar gampang nyarinya. Tapi tetep aja... aku nggak ikut BuBar yang kali ini juga...


Bulan puasa? Nggak masalah untuk belajar. Dengan semangat 2008 dan semangat menyambut tahun baru Hijriah (doelah... lebay amat daritadi!), para pasukan bimbel tetap belajar, mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian-ujian.


Dan hal yang tak diduga tak dinyana adalah munculnya tes-tes masuk mandiri yang diadakan oleh beberapa universitas, contohnya SIMAK-UI, UM-UGM, USM-ITB, dan tes-tes lain yang diadakan berbagai universitas. Jelas, hal ini dimanfaatkan betul oleh kami yang betul-betul berniat untuk melanjutkan pendidikan ke universitas yang diinginkan. Bimbel pun berlomba membuat program untuk membantu kita mengerjakan ujian-ujian masuk tersebut. Tapi hal itu malah membuat kami tidak fokus kepada materi-materi UN, dan membuat para guru lumayan sebal. Huuh, kan harusnya sadar, dong. UN itu yang utama. Kalau kalian lulus tes universitas tapi nggak lulus UN, gimana? Mungkin itu yang ada di benak sebagian guru, dan sebagian dari mereka terasa agak-agak menyindir gimanaaa gitu terhadap tes-tes mandiri tersebut.


Kami yang menangkap sinyal sindiran tak senang dari para guru tersebut mencibir. Memang apa salahnya sih ikut tes duluan. Siapa tahu, kalau lulus tes kan kita bisa lebih fokus UN. Lagian tesnya nggak dekat-dekat UN, kok. Masih bisa belajar buat UN.


Bimbel rajin mengadakan try out demi anak-anak didiknya sukses menempuh ujian mandiri. Sampai-sampai rasanya aku kenyang dengan soal-soal SPMB. Huah, mana tahan tiap kali dijejali soal... tapi demi! Demi kampus idaman, tahan semua rasa jenuh, muak, buang semua perasaan jelek itu! Sisakan hanya perasaan optimis, pantang menyerah!


Sebelum itu, kita rileks sedikit... Saatnya kita foto-foto bersama untuk Buku Tahunan! Ya ampun... waktu terasa begitu cepat, ya. Perasaan baru kemarin kita diminta oleh kakak kelas untuk foto Buku Tahunan sebagai adik kelas, sekarang... giliran kita sebagai kakak kelas yang punya hajat. Berbagai rencana untuk foto-foto pun disusun sedemikian sehingga bisa berjalan sesuai keinginan.


Tujuan yang digunakan sebagai latar foto pun bermacam-macam dan berbeda tiap kelasnya. Kita sendiri memilih salah satu tempat wisata di Bogor sebagai latar fotonya. Dengan biaya patungan yang sudah ditetapkan, kami berangkat menuju lokasi dengan sarana yang berbeda-beda. Ada yang sepakat menggunakan kendaraan bermotor, ada pula yang sepakat naik kereta, termasuk aku. Kenapa? Seru aja. Kpan lagi naik kendaraan umum bareng teman-teman? Kalau dipikir-pikir, kejadian ini nggak bisa sering terjadi, lho. Makanya manfaatkan waktu yang ada. Kita nggak akan menikmati hal yang sama di detik yang berbeda.


Yaa... namanya juga remaja. Jiwa narsisnya masih kuat. Hahaha. Jangan marah, dong. Ngaku aja deh... Waktu foto bersama pasti banyak yang curi-curi foto sendiri, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan waktu, ya, ‘kan? Hehehe. Memang foto narsis itu seru, kok. Aku juga mengakui itu.


Setelah kita selesai berfoto ria, kembali kita harus fokus pada ujian!


Makin mendekati hari ujian mandiri, makin gencarlah sindiran dari kalangan guru. Tapi kita tebal muka, kok. Sebodo amat deh, kan yang mau ujian itu kita (ya ampun... maaf ya guru sekalian...). Dan hari ujian itu tibalah! Ya... kita berusaha sekuat yang kita mampu. Hasilnya? Alhamdulillah, aku dapat. Buat yang belum dapat, jangan kecewa... jalan kalian menuju kampus idaman kalian mungkin bukan lewat ujian mandiri ini! Percayalah, masih banyak jalur-jalur yang bisa kalian tempuh! (halah, sok tua sok bijak sok nasehatin.)


Ada juga yang syukuran atas diterimanya dirinya di universitas yang diinginkan dengan metode mentraktir kawan sejawatnya. Ada dua orang di kelasku yang tidak bisa disebutkan namanya di sini yang melakukan ritual tersebut. Ya... lumayan sebagai pelipur lara dan sebagai penyemangat sebelum UN!!! Kapan lagi ada traktiran selama dua hari berturut-turut? Ini namanya berkah dan karunia dari Tuhan Semesta Alam, Allah SWT. Makasih, ya, teman... (hahaha, saat gini aja baru diakuin teman. Dasar.)


Setelah itu, kelihatannya guru-guru kembali normal lagi (hags, normal? Sebelumnya kaya apa coba?). Udah nggak sensi lagi, karena anak-anaknya udah fokus UN lagi. Senang, ya. Ya sudah, ayo kita berjuang sama-sama menghadapi UN... Ayo kita latihan soal... berikan saja soal-soal itu sampai kita jenuh... terus... sampai kita terbiasa mengerjakan soal, sampai kita nggak perlu lihat soalnya lagi kalau perlu! Hehehe.


Tapi, kupikir try out-nya kurang banyak. Waktu aku SMP dulu, sampai waktunya UN, try out itu diadakan tiap minggu dan diadakan sistem ranking dan kelas A-F. Jadi kita termotivasi untuk lebih baik lagi. Sudahlah, yang penting ada try out. Daripada nggak, ya ‘kan?


Terlihat sekali gelagat para guru mata pelajaran UN. Nggak bisa disembunyikan kok, rasa gelisah itu. Waktu mengajar pasti ada yang salah. Hm... nggak bisa tenang. Padahal yang mau menjalankan UN ‘kan kita, bukan gurunya. Tapi tetap saja para guru merasa tanggung jawab agar para anak didiknya bisa lulus 100% (amin!) ada di tangan mereka!


Dan UN memang berpengaruh sekali terhadap kelakuan kami. Yang tadinya kalau istirahat kerjanya cuma jajan, menjelang UN banyak yang memanfaatkan waktu tersebut untuk shalat Dhuha atau untuk belajar. Yang tadinya tukang cabut, menjelang UN jadi anteng di kelas dan sering berdiskusi dengan yang lainnya. Yang tadinya di buku absen banyak huruf ‘A’-nya, menjelang UN banyakan tanda titiknya. Kelas yang tadinya sering ada bangku yang kosong, menjelang UN bangku kosongnya cuma satu (karena jumlah kita ganjil, jadi sisa satu yang kosong). Wuah, pokoknya efek sampingnya yang positif-positif aja deh! Luar biasa!


Dan ritual wajib yang selalu dilakukan oleh para kakak kelas dua belas menjelang UN, yaitu minta maaf. Ya... ke siapa aja yang ditemuin. Ke babeh Dani, babeh Dahlan, ke Kumis, Romi, ya... siapa aja deh yang ditemuin dan bisa diajak minta maaf (ajak?). Yang sebelumnya nggak pernah interaksi pun ngajakin minta maaf. Sarana online pun tak luput jadi sasaran sebagai tempat minta maaf. Wall post di Facebook jadi penuh dengan kiriman berbagai sajak maaf dari teman-teman. Pokoknya serasa lebaran Idul Fitri deh. Mendadak jadi penyair semua. SMS-SMS maaf juga gencar ditembakkan. Siapapun yang ada contact-nya di phonebook, kirimin aja... bles bles bles! Pokoknya minta maaf dan yang penting, minta restu dan doa. Biar lancar ngerjain UN dan bisa lulus 100%. Tak lupa kata ‘amin’ ditambahkan di akhir SMS.


Mendadak operator-operator SMS kebanjiran duit. Wuah... panen betul mereka. Berapa milyar SMS yang sudah dikirim oleh semua anak kelas dua belas di Indonesia kalau misalnya tiap anak mengirim 40 SMS saja? Kalau biaya tiap SMS adalah Rp 100,00, satu anak saja sudah menyumbang Rp 4.000,00. Kalau 240 anak? Hampir sejuta. Itu baru di SMAN 3, dalam waktu satu jam pula. Kalau dalam rentang waktu 5 jam SMS terus? Di Depok, SMA Negeri saja ada 6. Belum yang swasta. Belum di Jawa Barat. Belum di Indonesia. Wuah, tahu begitu kerja saja di perusahaan provider. Hehehe.


Salah satu tradisi yang dilakukan secara kesadaran sendiri oleh para siswa kelas dua belas yaitu minta maaf dan doa pada adik kelas dengan cara ‘menjamah’ kelas-kelas mereka. Sambil menyalami mereka satu per satu, mereka minta maaf dan doa. Nggak kenal juga bodo amat, deh. Yang penting kemustajaban doanya bisa makin banyak seiring banyaknya orang yang dimintai maaf.


Waktu itu aku tidak ikut ritual itu. Lagi batuk begini nanti malah bikin berisik doang. Mending di kelas menenangkan diri. Waktu itu hari Jumat, hari terakhir untuk belajar efektif. Memang kedengarannya agak ‘gila’, sudah H-3 kita tidak ada yang namanya ‘hari tenang’ seperti anak Jakarta. Aku tidak tahu apa yang ada di benak para petinggi sekolah dengan tidak memberi ‘hari tenang’, tapi kupikir itu satu keputusan yang bagus juga. Jadi kita bisa merasakan kehidupan sekolah lebih lama :).


Kami semua saling bermaafan, berpelukan (bahkan berurai air mata!), bersalaman, dan apalah cara-cara lain mengungkapkan maaf. Karena setelah pulang ini, kita tidak bisa lagi mundur. Kita harus tetap maju, siap atau tidak, hadapilah tembokmu (yah, hole-in-the wall banget!). Ini ujian kita semua! Masuk SMA bareng-bareng, lulusnya juga harus bareng-bareng, dong!


Dan hari itu, tibalah.


20 April 2009. Hari pertama UN dengan pelajaran Biologi dan Bahasa Indonesia. Hari ulang tahunku yang kedelapan belas. Hebat, ulang tahunku dirayakan oleh seluruh siswa SMA kelas dua belas se-Indonesia! Mana Taman Mini Indonesia Indah juga bareng lagi ulang tahunnya. Pada hari itu, TMII menggratiskan bea masuknya. 20 April yang sungguh bersejarah bagiku...


Sudah bisa kutebak, nasib anak yang berulang tahun pasti akan ‘dihujani’ tagihan traktiran. Mana berani aku mentraktir di masa-masa ini. Nanti kalau ada yang sakit gara-gara aku traktir, aku yang tanggung jawab, dong? Padahal UN masih 4 hari! Sabar, teman! Kalau ada rejeki Insya Allah kutraktir. Traktirnya Kumis satu-satu, ya. Hahaha (keterlaluan nih orang pelitnya)!


Wah, keadaan waktu UN? Susah ditulis, nanti kepanjangan. Benar-benar seru. Nggak terasa seperti sedang UN buatku. Seperti try out biasa saja.


Fisika benar-benar, deh. Aku ‘kan nggak terlalu bisa! Tapi semoga saja lolos dari lubang jarum... Amin. Untuk pelajaran lain optimis, sih. Tapi aku harus optimis lulus UN!!!


Kejadian-kejadian ajaib waktu UN? Ada, sih. Pernah satu waktu gara-gara ada apaaa gitu (aku sendiri nggak terlalu tahu gara-gara ada apa), pada jerit-jerit gitu deh. Jadi suasana agak kacau... Terus di hari terakhir UN, ada-ada saja. Salah seorang temanku ada yang sedang sakit. Sesaat setelah LJUN dibagikan, salah seorang guru datang membawakan segelas teh manis panas untuknya. Katanya dia lagi sakit, sepertinya thypus dan sepulang UN langsung diopname. Wah, semoga cepat sembuh, ya, teman...


Setelah bel pulang berbunyi di hari terakhir, semua langsung mendesah lega. Haaah... akhirnya selesai juga UN! Facebook kembali tak lepas dari pelampiasan anak-anak untuk mengekspresikan kelegaan mereka. Aku sendiri main ke rumah salah satu temanku untuk bermain-main dengan hewan peliharaannya. Huah, benar-benar lega, deh!


Kini tinggal doa dan tawakal yang bisa kami lakukan. Pak guru, bu guru, mohon doa restunya ya supaya anak-anak didikmu ini bisa lulus 100% dengan baik, mampu mempertahankan nama sekolah di puncak, Amin... Mama, Papa, doakan anakmu ini ya, supaya bisa lulus dengan baik... Karena doa yang paling dikabulkan adalah doa dari orangtua yang ridha terhadap anaknya... agar anakmu ini bisa melanjutkan cita-citanya...


Eits, tunggu dulu. Kita masih belum bisa berleha-leha. Setelah ini masih ada ujian praktek dan UAS. Setelah UN langsung diadakan ujian praktek, minggu berikutnya langsung diadakan UAS. Sibuk, sibuk, deh. Langsung digeber selama 3 minggu. Setelah itu kita mempersiapkan diri untuk acara pelepasan siswa-siswi kelas dua belas. Ayo para panitia, semangat, ya!


Ya ampun... sungguh tidak terasa. Sudah 3 tahun kita bersama di SMAN 3 Depok ini. Terasa lama tapi singkat. Menyebalkan tapi bikin kangen. Yakin, pasti setelah lulus banyak yang ingin kembali lagi mengulang masa SMA-nya. Masa SMA, kembangnya masa remaja.


Di SMA ini kita banyak belajar mendewasakan diri. Belajar menghadapi persoalan-persoalan nyata di kehidupan bermasyarakat yang keras. Membuka mata dan pikiran terhadap wawasan-wawasan baru. Belajar untuk berorganisasi dengan lebih terstruktur. Yah... pokoknya kita ini banyak belajar deh, walaupun lingkupnya baru di SMA dan sebagian kecil Depok.


Di SMA ini, cerita-cerita tentang hidup kita akan lebih banyak terukir. Pasti nanti kalau sudah menikah, punya anak, kerja, pasti yang diceritakan akan lebih banyak berkisar waktu SMA. Soal cinta, teman, sahabat, guru, hobi, kejadian-kejadian, itu semua yang pernah kita alami di SMA, karena kita sudah lebih mengerti dan... lebih tahu dalam mengambil tindakan.


SMA... ah, sudahlah. Kalau dijabarkan terus aku yakin nggak ada habisnya. Silakan simpan sendiri kenangan-kenangan kita selama di SMA ini, dengan kotak masing-masing, kemasan masing-masing. Kita semua teman, saling mendoakan. Semoga yang terbaik untuk kita semua, amin...

Sungguh ku bersyukur ditunjukkan jalan untuk bersekolah di

SMA N 3 Depok. Terima kasih ya, Allah...

Depok, 23-24 April 2009, 22.06

Sabtu, 24 Oktober 2009

My Business


I started this business at August 2009. Yes, it's still a fresh news!

Right now I accept order for this kind of souvenir; mugs.
I accept design from you, or you can order the design too, if you don't have any yet.

The colour inside it are: white, brown, yellow, light green, orange, black, old blue, and light blue.

Just send an email to me if you have more question or you want to order one!

Rabu, 07 Oktober 2009

Satu Kisah di Hari Rabu

Aku pulang setelah mengerjakan setengah dari makalah kelompok anatomiku. Hujan masih setia, membasahi bumi UI yang luas ini. Tidak terlalu lebat, juga bukan hanya rintik-rintik. Untung sejak kemarin selalu sedia payung. Memangnya sekarang sudah musim hujan, ya, sampai-sampai intensitas hujan naik seperti ini? Rasanya cepat sekali kemarau berlalu.

Menyeberangi jalan dari FKM ke halte FIK, mataku menatap halte itu yang masih sepi. Ah, sebentar lagi juga ramai, pikirku, dan mungkin bis kuning label merah itu akan langsung penuh di halte ini saja.

Seperti biasa, kalau sudah mulai sore begini pasti bis kuning label merah datangnya lama. Padahal bis kuning label biru sudah lewat dua kali mengangkut penumpang di halte FKM. Entah apa yang dilakukan para supir bis kuning label merah itu di asrama (rute bis kuning dimulai dan diakhiri dari dan di asrama UI).

Akhirnya, setelah bis PNJ yang datang, lama kemudian bis kuning yang ditunggu-tunggu puluhan orang di halte FIK datang. Dan... benar saja, bis itu langsung penuh. Menuju ke tengah untuk memberi tempat bagi yang masih naik, aku melihat halte FKM di seberang. Wah, di sana bis kuningnya sudah datang lagi. Tapi tidak semua terangkut, masih banyak – sekitar sepuluh orang lebih – yang belum terangkut. Kasihan. Apalagi musim hujan begini. Orang-orang yang biasanya mungkin berjalan kaki akan lebih tergantung pada transportasi kedap air. Kalau sudah begini, pasti bis kuning selalu penuh, berapapun banyaknya dan seringnya mereka datang ke tiap halte.

Alhamdulillah, bisa naik di kedatangan pertama bis kuning sejak awal menunggu. Bagaimanapun harus bisa naik, karena aku harus cepat-cepat sampai rumah. Saat itu waktu menunjukkan hampir pukul lima sore, dan aku belum shalat ashar. Mana di rumah sedang tidak ada orang, dan aku yang bertugas menyalakan lampu, menutup gorden, dan mengecek apakah di rumah bocor lagi. Pikiran selama di bis kuning cuma itu.

Setelah bis kuning berhenti di halte stadion UI, aku langsung siap dengan payung. Wuah, beceknya waktu mau turun! Karena sedang dibuat saluran air, tanah yang diuruk itu menjadi lumpur dan becek. Terpaksa berjalan di batu pembatas jalan dan berhati-hati saat berpapasan dengan orang yang ingin naik bis kuning. Ah, akhirnya sampai di trotoar.

Berjalan di atas trotoar menuju pintu keluar UI ke kukusan kelurahan – begitu orang menyebut daerah itu karena terdapat kantor kelurahan di sini – ujung jari kakiku sudah merasa basah. Rok bagian bawah juga.

Ternyata hari ini salah rencana. Tadi aku meminjam buku perpustakaan tanpa berpikir akan turun hujan hari ini. Kedua buku tersebut kumasukkan dalam tas – yang untungnya berbahan kedap air – dan menambah beban pundak. Belum lagi aku membawa laptop, yang mau tidak mau harus kusandang juga. Tas punggung kuhadapkan depan. Tas laptop juga. Jadilah aku seperti ibu hamil membawa beban di depan. Tapi mau bagaimana lagi, kalau di belakang aku tidak bisa mengontrol keduanya. Kalau di depan ‘kan setidaknya bisa kupayungi semua. Bajuku sih, bodo amat.

Tas-tas sudah agak basah, dan aku mengkhawatirkan tas laptop terutama. Karena di bagian depan (yang sudah basah) adalah tempat dimana kabel charger disimpan. Untungnya, tas ini tebal, jadi tidak sampai basah ke dalam.

Berat sekali beban di pundak ini. Aku berjalan kaki dengan dua tas disandang, membawa payung yang sepertinya percuma saja. Lebih baik mungkin membawa jas hujan. Dan aku baru ingat di sepertiga perjalanan keluar menuju jalan besar kukusan bahwa aku... belum makan siang. Tadi hanya sempat beli teh kotak (itu pun yang less sugar, bodohnya) di koperasi FKM pukul sepuluh pagi menjelang siang. Sempat terpikir, bagaimana kalau aku pingsan di tengah jalan ini? Apakah aku akan tersungkur di tanjakan ini? Di tengah hujan deras ini? Aduh, kenapa pikiran jadi lebay begini, sih?

Sudah tidak memerdulikan kaos kaki yang sudah basah kuyup, bagian bawah rok yang lepek, dan sepatu sandal yang basah juga, aku berjalan di tengah hujan yang – sialnya – semakin deras. Air yang menggenang di jalan makin membuatku merasa berjalan di tengah banjir. Air, air, dan air terus menerpa kaki. Belum lagi kalau motor lewat, sudahlah terciprat air gara-gara motor lewat itu. Aku hanya berusaha agar tas laptop ini tidak lebih basah lagi. Tambah lagi sepertinya orang-orang yang berteduh pada ngelihatin, ‘Ini orang ngapain sih, nekat banget payungan hujan deras begini’. Tapi aku berusaha tidak menghiraukannya, demi cepat sampai rumah. Sempat terpikir di tengah jalan untuk berhenti dulu di sebuah tempat untuk memakan bekal yang sengaja kubawa hari ini (yang belum sempat kumakan tadi siang). Tapi aneh juga, dipikir-pikir, jadi aku meneruskan perjuanganku untuk mencapai jalan besar kukusan.

Pinggangku mulai pegal, kakiku mulai gemetaran. Perasaanku mulai bimbang, pundakku makin kaku. Yah, berat sekali perjalanan ini. Tapi aku membayangkan bagaimana di daerah-daerah yang masih belum maju, dengan keadaan yang lebih parah dari ini, dimana penduduknya harus menempuh jarak berkilo-kilo untuk beraktivitas tanpa kendaraan?

Saat mataku menangkap pemandangan kendaraan yang berseliweran ke kiri dan kanan, perasaanku lega, sangat lega. Aku sudah mencapai kehidupan. Sudahlah kaos kakiku basah, rasanya seperti memakai kaos kaki yang habis dicuci tidak dijemur langsung dipakai. Untungnya ada angkot yang sudah standby di pinggir jalan (dan untungnya kosong!). Langsung aku naik dan abang supir angkotnya melajukan mobilnya, mencari penumpang lagi di tengah hujan deras ini.

Di dalam angkot aku mengecek tas laptop, apakah basahnya sampai ke dalam. Ternyata tidak juga sih, untungnya. Syukur deh. Langsung aku mengeluarkan ongkos dari dompet di dalam tas punggung, agar nanti tidak susah saat sudah mendekati komplek. Saatnya berpikir, bagaimana formasi yang enak untuk membawa barang-barang ini turun.

Ah, tas laptopnya jinjing saja di tangan, pikirku akhirnya, dan turun dengan melaksanakan niat itu. Hmm... aku lupa pinggir jalan Asmawi ini lekukannya dalam, jadi air yang menggenang dalam juga. Mana lagi baru ingat kalau di depan komplek ada ‘tunggul’ yang mencegah aliran air dari jalan besar masuk ke komplek (dan sering menyebabkan banjir di komplekku). Air di depan komplek yang terhalang tunggul setinggi mata kaki. Terpaksa berjalan melewati air itu. Rasanya aneh sekali, banjir-banjiran dengan kaki terbalut kaos kaki dan sepatu sandal. Sampai-sampai orang di warung bakso itu ngelihatin aku. Hahaha, biar deh. Udah basah semua ini roknya, setengah ke bawah malah kuyup.

Fyuh... menginjak turunan komplek, hatiku lega. Sudah sampai di rumah, sebentar lagi. Aku mempercepat langkah. Melihat tembok berwarna kuning, hatiku bertambah lega. Segera kukeluarkan kunci rumah dari tas punggung dan membuka gembok. Ya, ya, rumah sedang kosong, kau tahu? Adik belum pulang sekolah, Mama dan Papa pergi. Dan aku membuka gembok dengan lengan yang basah karena pagarnya basah. Sudahlah, sudah di rumah ini. Aku sempat melihat anak tetangga bersuka ria di depan rumahnya dengan seragam putih-merahnya, berhujan-hujanan. Dia nggak tahu ada yang susah gara-gara hujan ini. Hehehe, kok nyalahin orang, ya?

Menginjakkan kaki ke garasi, aaah... Senangnya! Memang yang paling enak itu di rumah sendiri. Cepat kututup pagar, mengambil kunci rumah yang disembunyikan – khawatir aku tidak membawa kunci tadi – dan membuka pintu rumah. Here I come, home... Kaos kaki kulepas langsung di luar, nanti lantainya basah.

Menyalakan lampu rumah 18. Menyalakan lampu lorong rumah 18. Menaruh kaos kaki basah di atas mesin cuci. Menyalakan lampu rumah 17. Menaruh tas laptop di kursi, menyalakan lampu kamar. Menaruh tas punggung, dan lepaslah semua beban...

Masih dengan rok yang basah dan kalau jalan bunyi ‘flap flap’ seperti sound effect di komik-komik, aku menutup gorden rumah 18 dan 17, kemudian mengeluarkan isi tas laptop, dan mengeluarkan buku perpus yang lembab di dalam tas punggung. Mama menelepon kemudian untuk memastikan gorden dan lampu sudah ditutup dan dinyalakan. Ada mungkin sekitar 3 kali orangtuaku menelepon untuk memastikan keadaan rumah dan aku dan adikku yang belum pulang karena les. Sungguh baik orangtuaku, aku sangat bersyukur dilahirkan sebagai ‘Aku’. Bahkan Pakde juga menelepon, berpesan agar aku dan adikku hati-hati.

Segera aku mengambil pakaian ganti dan handuk, lalu mandi secepatnya. Air dingin yang kupakai untuk mandi membuat tubuhku makin panas untuk menyeimbangkan suhu luar tubuhku yang dingin. Shalat ashar! Buru-buru aku mandi lalu melaksanakan kewajiban yang terlambat itu. Gila, itu sih parah!

Setelah shalat ashar, aku mengisi perut dulu dengan bekal yang tidak kumakan tadi siang. Takut jadi maag. Alhamdulillah terisi juga. Kemudian azan magrib pun tiba. Setelah shalat magrib, aku membuat susu. Tapi saat melihat kotak es di freezer, wah, esnya menyatu dan hanya bisa terambil beberapa. Jadi aku menambahkan air ke dalam wadah es itu, kemudian berpikir. Air es ini untuk apa ya? Kalau dibuang sayang betul, ini kan air minum. Kemudian terpikir untuk membuat es sirup di teko besar dengan air es dan es yang sedang dicairkan ini. Jadi aku langsung mencampur sirup dan es ke dalam teko, ditambah air secukupnya. Jadilah es sirup! Es susuku juga sudah jadi. Jadi, kenapa kita tidak ke dalam dan minum keduanya?

Yah, lega hatiku sampai di rumah dengan selamat. Sudah terpikir olehku untuk menulis kisah hari ini saat di perjalanan pulang, mungkin bisa jadi kenangan dan bahan renungan.

Aku sangat bersyukur dalam kondisi saat ini. Sangat bersyukur atas apa yang telah kudapatkan sampai saat ini, masih lebih beruntung dibanding yang lainnya. Apa yang kupikir kurang, ternyata lebih di mata orang.

Semoga kisah dari perjalanan sore ini memberikan banyak hikmah bagiku, bagi kalian semua yang membaca. Banyak bersyukur atas semua kesempatan yang telah Dia berikan, termasuk kesempatan hidup sampai hari ini, detik ini. Terima kasih, ya Allah. Kau Maha Pemurah.

Depok, 7 Oktober 2009

Anda, Gizi UI 2009





Share on Facebook

Senin, 05 Oktober 2009

Pre-Launch

Greetings, all!

This is my first post in Blogspot. I'm still planning on how will I set this blog, so I write this 'Pre-Launch' post.

Prepare for my updates, because I will post informations about so many things!

Regards,
Anda.
Club Cooee