Kami beranjak dari kursi setelah terdengar panggilan untuk para penumpang AirAsia AK381 tujuan Kuala Lumpur. Mengantri dan kami melalui ‘belalai’ pesawat. Tunggu. Kenapa aku bilangnya itu belalai? Karena waktu aku kecil dulu, sering melakukan perjalanan Surabaya-Jakarta dengan pesawat, dan kalau masuk pesawatnya melewati aerobridges, orangtuaku selalu bilang, “Wah, kita lewat belalai!” atau “Nanti kita lewat belalai, lho”. Jadi yaaa kebawa-bawa deh sampai sekarang. Namanya juga bocah, dibilang apa juga percaya. Dan aku sampai sekarang masih tetap suka menyebut benda itu ‘belalai’.
Ketika memasuki kabin pesawat, ada rasa rindu menyergapku. Sudah 4 tahun lebih aku tidak merasakan sensasi terbang dengan pesawat. Karena itu, mungkin dari luar ekspresiku terlihat biasa-biasa saja. Namun dalam hati sebenarnya aku merasa sangat gembira, dapat kembali merasakan sensasi ini. Aku dapat kursi nomor 15A, berarti kami berada di bagian sayap, tepat di bagian sayap. Kursi depan kami bersandingan dengan emergency exit. Aku duduk di sisi jendela, bertepatan dengan pemandangan luar.
Ketika memandang ke luar melalui jendela pesawat, aku sempat senyum-senyum sendiri. Tentunya dengan memalingkan wajah dengan sangat, biar nggak keliatan sama yang lain. Maaf ya, ini rasa yang membuncah! Di luar tampak pemandangan Cengkareng. Hamparan runway yang sangat panjang dan luaaaaas terlihat. Karena AirAsia menggunakan runway yang paling ujung, jadi perjalanan sampai ke sana membutuhkan waktu juga, jadi pesawat terus berjalan lambat sampai runway tujuan.
Pesawat tidak langsung lepas landas. Namun harus mengantri, karena di depan kami ada Garuda Indonesia yang hendak lepas landas terlebih dahulu. Dengan senyum aku turut mengantar kepergian Garuda Indonesia tersebut yang tujuannya entah ke mana. Setelah Garuda Indonesia tinggal landas, kami tetap belum bisa beranjak, karena masih ada pesawat lain yang hendak landing, aku lupa apa nama maskapainya… Baru setelah pesawat tersebut landing, AirAsia ini dapat menggunakan runway untuk tinggal landas.
Benar saja, rupanya kangenku terhadap sensasi terbang ini sebegitu besar. Setiap rasa yang unik kunikmati. Seperti tekanan ke sandaran kursi ketika pesawat menggunakan kekuatan penuh untuk mengangkat tubuhnya ke udara, tekanan ke jok kursi ketika pesawat bergerak naik, sensasi melayang ketika pesawat bergerak turun, dan getaran ketika pesawat melintasi awan. Ah, how I really missed that simple things!!!
Di dalam pesawat, kami berfoto. Menggunakan kamera DSLR milik Tamya, selama kami di pesawat diabadikan dengan itu. Tak lupa foto-foto pemandangan dari langit. Kalau ada objek yang menarik, misalnya hamparan karpet awan, aku dan Tamy bergantian untuk memotret pemandangan luar.
Selama di pesawat, aku terus menikmati segalanya yang sudah 4 tahun tidak kurasakan. Memandangi pemandangan di luar. Walau hanya awan yang terlihat namun aku sangat senang memperhatikan kumpulan uap air yang terkondensasi itu. Awan-awan dengan cueknya melayang di lautan angkasa. Seperti menempel di udara.
Melewati lapisan awan pertama, kedua, ketiga… pesawat ini terus melewati lapis demi lapis awan. Di ketinggian ini terlihat pilar awan seperti corong menghadap ke bawah, seolah awan tersebut menjuntai ke bawah seperti gorden. Melewati lapisan awan keempat, kelima, keenam… dan segalanya terlihat bagaikan karpet putih yang terbentang melapisi bumi. Awan tersebut terlihat seperti lapisan pipih, seperti adonan tepung yang dipipihkan. Kelihatannya lembut sekali. Inilah tempat dimana kami berada pada ketinggian 38.000 kaki dpl (di atas permukaan laut).
Aku meneruskan membaca novel sampai setengah buku. Setelah itu aku memutuskan untuk berhenti, khawatir kehabisan bahan bacaan. Jadi aku memutuskan untuk mencoba tidur. Tapi tetap sajaaa… tidur-tidur ayam. Ujung-ujungnya jadi ngerjain Yogi. Tamy secara iseng terus memotret wajah tidur Yogi. Katanya itu kejadian langka? Hahaha.
Oh iya, di dalam pesawat kami juga dibagikan kartu imigrasi yang harus diisi. Kartu tersebut terdapat dua bagian, yaitu kedatangan dan keberangkatan. Yang kedatangan diserahkan ketika nanti kami sampai di Malaysia. Oh, kalau begini aku jadi menyesal nggak bawa bolpoin. Jadi nulisnya gantian karena bolpoinnya cuma ada dua, gantian deh.
Tak terasa perjalanan yang memakan waktu 2 jam itu hampir mencapai klimaksnya. Kuala Lumpur.
Pesawat telah mencapai tempat parkirnya. Kami mengambil barang di cabin storage yang berada di atas kursi. Kemudian mengantri keluar dari pesawat. Langkah pertama dimulai, halo, Malaysia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar